BAB I
PENDAHULUAN
1.1 latar
belakang
Teori
belajar Behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Teori
ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap
arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang
dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori
behavioristik dengan model hubungan
stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau
pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Menurut
teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi
antara stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini
dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang
berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa,
sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon
tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang
diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus
dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut.
1.2 Tujuan
Tujuan
pembuatan makalah ini adalah untuk :
Mengetahui
implikasi teori behaviorisme
Untuk
mengetahui penerapan dalam teori behaviorisme
Untuk
mengetahui tujuan pembelajaran teori behaviorisme
Untuk
mengetahui teori – teori yang mendukung teori behaviorisme
1.3 Manfaat
Adapaun
manfaat dari pembuatan makalah ini yaitu kita dapat mengetahui implikasi
pembelajaran dari teori behaviorisme, untuk mengetahui penerapan dalam teori
behaviorisme, dan untuk mempermudah kita dalam mengetahui pembelajaran serta
teori – teori yang mendukung teori behaviorisme tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Teori Behaviorisme
Dalam
teori behaviorisme, ingin menganalisa hanya perilaku yang nampak saja, yang
dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Teori kaum behavoris lebih dikenal
dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil
belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh
lingkungan. Behaviorisme tidak mau memperoalkan apakah manusia baik atau jelek,
rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana
perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar
yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai
makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan
pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep
”manusia mesin” (Homo Mechanicus).
Ciri
dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat
mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau
respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil
belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah
munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R
psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau
reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam
tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi
behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat
bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku
adalah hasil belajar.
Kaum
behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah
laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus
untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan
kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi
pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan
tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang
sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan
teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari
semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap
perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran
berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada
konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat
(reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar
yang dikemukakan Skiner.
Teori
behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi
belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan
pendidikan dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus
dan respon. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
Pandangan
behavioristik juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi
pebelajar, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama. Pandangan
ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang mempunyai kemampuan dan
pengalaman penguatan yang relatif sama, ternyata perilakunya terhadap suatu
pelajaran berbeda, juga dalam memilih tugas sangat berbeda tingkat
kesulitannya. Pandangan behavioristik hanya mengakui adanya stimulus dan respon
yang dapat diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau
perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori
behavioristik juga cenderung mengarahkan pebelajar untuk berfikir linier,
konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan teori ini bahwa belajar
merupakan proses pembentukan atau shaping, yaitu membawa pebelajar menuju atau
mencapai target tertentu, sehingga menjadikan peserta didik tidak bebas
berkreasi dan berimajinasi. Padahal banyak faktor yang mempengaruhi proses
belajar, proses belajar tidak sekedar pembentukan atau shaping.
Faktor
lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka
respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat. Beberapa prinsip
dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and Punishment;
(2) Primary and Secondary Reinforcement;(3) Schedules of Reinforcement; (4)
Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning;
(6)
The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Prinsip-prinsip
teori behaviorisme
o
Obyek psikologi adalah tingkah laku
o
semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek
o
mementingkan pembentukan kebiasaan
Ciri-ciri
Teori Belajar Behavioristik
Untuk
mempermudah mengenal teori belajar behavioristik dapat dipergunakan
ciri-cirinya yakni
1.
mementingkan pengaruh lingkungan (environmentalistis)
2.
mementingkan bagian-bagian (elentaristis)
3.
mementingkan peranan reaksi (respon)
4.
mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar
5.
mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
6.
mementingkan pembentukan kebiasaan.
7.
ciri khusus dalam pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal’ atau trial and
error.
2.2 Proses Pembelajaran Behaviourisme
A.
Pengkondisian Klasik dalam Pembelajaran
Pada awal tahun 1900-an,
seorang ahli fisiologi Rusia bernama Ivan Pavlov melakukan suatu
eksperimen secara sistematik
dan saintifik dengan tujuan mengkaji bagaimana pembelajaran berlaku pada suatu
organism. Eksperimen itu terkenal dengan teori kondisioning
klasik(classical conditioning),yaitu
sejenis pembelajaran dimana sebuah organisme belajar untuk menghubungkan atau
mengasosiasikan stimulus dengan respon.
Dalam
pengkondisian klasik,sebuah stimulus netral (contoh:bel) menjadi diasosiasikan
dengan stimulus yang mempunyai makna(contoh:makanan) dan mendatangkan kepastian untuk
mendatangkan respon yang sama. Untuk memahami teori kondisioning klasik secara
menyeluruh perlu dipahami bahwa ada dua jenis stimulus dan dua jenis respon.
Dua jenis stimulus tersebut adalah stimulus yang tdak terkondisi (unconditioned
stimulus-UCS),yaitu stimulus yang secara otomatis menghasilkan respon tanpa
didahului dengan pembelajaran apa pun (contoh:makanan) dan stimulus terkondisi
(conditioned stimimulus-CS), yaitu stimulus yang sebelumnya bersifat
netral,akhirnya mendatangakan sebuah respon yang terkondisi setelah
diasosiasikan dengan stimulus tidak terkondisi(contoh:suara bel sebelum makan
datang).
Dua
respon tersebut adalah respon yang tidak terkondisi (unconditioned respon-UCS),
yaitu sebuah respon yang tidak terkondisi (contoh:keluarnya air liur anjing
setelah melihat makanan) dan respon bterkondisi(conditioned respon-CR), yaitu
sebuah respon yang dipelajari terhadap stimulus yang terkondisi yang terjadi
setelah terkondidi dipasangkan dengan stimulus terkondisi(contoh:keluarnya air
liur anjing setelah melihat makanan yang bersama dengan suara bel).
Berikut skema
eksperimen Pavlov :
Sebelum
pengkondisian
STD(makanan)
>>>>>>> RTD (keluar air liur)
SD(lonceng)
>>>>>>> Tak ada RD(air liur tidak keluar)
Selama
Pengkondisian
SD(lonceng) +
STD(makanan) >>>>>>> RTD(keluar air liur)
Setelah
Pengkondisian
SD(lonceng)
>>>>>>>>>> RD(keluar air liur)
Keterangan :
STD = Stimulus
tak dikondisikan
SD = Stimulus
dikondisikan
RTD = Respon tak
dikondisikan
RD = Respon
dikondisikan
Berdasarkan hasil eksperimen diperoleh kesimpulan yang
berkenaan dengan cara perubahan tingkah laku, yang dapat digunakan dalam proses
pembelajaran, yaitu :
a. Penguasaan (Acquisition)
Penguasaan yaitu cara organisme mempelajari atau
menguasai sesuatu respon baru yang berlangsung secara bertahap. Seringkali
organisme itu juga mencoba dan berusaha lebih menguatkan penguasaan yang bersangkutan.
b. Generalisasi.
Dalam
mempelajari respon terhadap stimulus serupa, anjing akan mengeluarkan air liur
begitu mendengar suara-suara yang mirirp dengan bel, contoh suara
peluit (karena anjing mengeluarkan air liur ketika bel dipasangkan dengan
makanan). Jadi,generalisasi melibatkan kecenderungan dari stimulus baru yang
serupa dengan stimulus terkondisi asli untuk menghasilkan respon serupa.
Contoh, seorang peserta didik merasa gugup ketika dikritik atas hasil ujian
yang jelek pada mata pelajaran matematika. Ketika mempersiapkan ujian Fisika,
peserta didik tersbut akan merasakan gugup karena kedua pelajaran sama-sama
berupa hitungan. Jadi kegugupan peserta didik tersebut hasil generalisasi dari
melakukan ujian mata pelajaran satu kepada mata pelajaran lain yang mirip.
c. Diskriminasi.
Organisme
merespon stimulus tertentu, tetapi tidak terhadap yang lainnya. Pavlov
memberikan makanan kepada anjing hanya setelah bunyi bel, bukan setelah bunyi
yang lain untuk menghasilkan deskriminasi. Contoh, dalam mengalami ujian
dikelas yang berbeda, pesrta didik tidak merasa sama gelisahnya ketika
menghadapi ujian bahasa Indonesia dan sejarah karena keduanya merupakan subjek
yang berbeda.
d. Pelemahan
(extincition).
Proses
melemahnya stimulus yang terkondisi dengan cara menghilangkan stimulus tak
terkondisi. Pavlov membunyikan bel berulang-ulang, tetapi tidak disertai
makanan. Akhirnya, dengan hanya mendengar bunyi bel, anjing tidak mngeluarkan
air liur. Contoh, kritikan guru yang terus menerus pada hasil ujian yang jelek,
membuat peserta didik tidak termotivasi belajar. Padahal, sebelumnya peserta
didik pernah mendapat nilai ujian yang bagus dan sangat termotivasi belajar.
Dalam
bidang pendidikan, teori kondisioning klasik digunakan untuk mengembangkan sikap
yang menguntungkan terhadap pesrta didik untuk termotivasi belajar dan membantu
guru untuk melatih kebiasaan positif pesrta didik.
B. Pengkondisian Operan terhadap pembelajaran
B.F.Skinner
terkenal dengan teori pengkondisian
operan (operant conditioning) atau juga disebut pengkondisian
instrumental (instrumental conditioning), yaitu suatu bentuk pembelajaran
dimana konsekuensi perilaku menghasilkan berbagai kemungkinan terjadinya
perilaku tersebut. Penggunaan konsekuensi yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan untuk mengubah perilaku itulah yang disebut dengan pengkondisian
operan.
Prinsip
teori Skinner ini adalah hukum akibat, penguatan atau penghargaan,dan
konsekuensi. Prinsip hukum akibat menjelaskan bahwa perilaku yang diikuti hasil
positif akan diperkuat dan perilaku yang diikuti hasil negatif akan diperlemah.
Penguatan merupakan suatu konsekuensi yang meningkatkan peluang terjadinya
suatu perilaku. Konsekuensi adalah suatu kondisi yang menyenandarigkan atau tidak menyenangkan yang
terjadi setelah perilaku dan memengaruhi frekuensi prilaku pada waktu yang akan
dating. Konsekuensi yang menyenangkan disebut tindakan penguatan dan
konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut hukuman.
1)
Prinsip-prinsip dalam pengkondisian operan
Menurut skinner, pengkondisian operan terdiri dari dua
konsep utama, yaitu :
a.
Penguatan (Reinforcement)
Menurut
Skinner, untuk memperkuat perilaku atau menegaskan perilaku diperlukan suatu
penguatan(reinforcement). Ada juga jenis penguatan, yaitu penguatan positif dan
penguatan negative.
Ø Penguatan
positif (positive reninforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi
dari suatu respon akan meningkat karena diikuti oleh suatu stimulus yang
mengandung penghargaan. Jadi, perilaku yang diharapkan akan meningkat karena
diikuti oleh stimulus menyenangkan. Contoh, peserta didik yang selalu rajin
belajar sehingga mendapat rangking satu akan diberi hadiah sepeda oleh orang
tuanya. Perilaku yang ingin diulang atau ditingkatkan adalah rajin belajar
sehingga menjadi rangking satu dan penguatan positif/stimulus menyenangkan
adalah pemberian sepeda.
Ø Penguatan
negatif (negatve reinforcement) didasari prinsip bahwa frekuensi dari
suatu respon akan meningkat karena diikuti dengan suatu stimulus yang tidak
menyenangkan yang ingin dihilangkan. Jadi, perilaku yang diharapkan akan
meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang tidak menyenangkan.
Contoh, pesreta didik sering bertanya dan guru menghilangkan/tidak mengkritik
terhadap pertanyaan yang tidak berkenan dihati guru sehingga peserta didik akan
sering bertanta. Jadi, perilaku yang ingin di ulangi atau ditingkatkan adlah
sering bertanya dan stimulus yang tidak menyenangkan yang ingin dihilangkan
adalah kritikan guru sehingga peserta didik tidak malu dan akan sering bertanya
karena guru tidak mengkritik pertanyaan yang tidak berbobot/melenceng.
b.
Hukuman
Hukuman (punishmen) yaitu
suatu konsekuensi yang menurunkan peluang terjadinya suatu perilaku. Jadi,
perilaku yang tidak diharapkan akan menurun atau bahkan hilang karena diberikan
suatu stimulus yang tidak menyenangkan. Contoh, peserta didik yang berperilaku
mencontek akan diberikan sanksi, yaitu jawabannya tidak diperiksa dan nilainya
0 (stimulus yang tidak menyenangkan/hukuman). Perilaku yang ingin dihilangkan
adalah perilaku mencontek dan jawaban tidak diperiksa serta nilai 0 (stimulus
yang tidak menyenangkan atau hukuman).
Perbedaan
antara penguatan negatif dan hukuman terletak pada perilaku yang ditimbulkan.
Pada penguatan negatif, menghilangkan stimulus yang tidak menyenangkan (kritik)
untuk meningkatkan perilaku yang diharapkan (sering bertanya). Pada hukuman,
pemberian stimulus yang tidak menyenangkan nilai 0 untuk menghilangkan perilaku
yang tidak diharapkan (perilaku mencontek).
2) Pembentukan tingkah laku melalui pengkondisian
operan
a) Pembentukan
Respon
Bersasaskan pengkondisian operan, Skinner mengembangkan
tehnik “pembentukan respons” untuk melatih hewan menguasai tingkah laku yang
kompleks yang juga relevan dengan tingkah laku manusia. Tehnik pembentukan
respon ini dilakukan dengan cara menguatkan organism pada setiap kali ia
bertindak kearah yang diinginkan sehingga ia menguasai atau belajar merespon
sampai pada suatu saat tidakperu lagi menguatkan respon tersebut. Prosedur pembentukan respon bisa digunakaan
untuk melatih tingkah laku siswa dalam prses pembelajaran agar secara bertahap
mampu merespon sesuatu stimulus dengan baik. Contoh : apabila seorang guru
member ceramah, reaksis siswa sebagai pendengar dapat mempengaruhi bagaimana
guru itu bertindak. Jika sekelompok siswa mengangguk-anggukan kepala mereka,
ini dapat menguatkan guru tersebut untuk berceramah lebih semangat lagi.
b) Generalisasi,
Diskriminasi, dan Penghapusan
Generalisasi adalah penguatan yang hamper sama dengan
penguatan sebelumnya akan dapat menghasilkan respon yang sama. Contoh : seorang
siswa akan mengerjakan PR dengan tepat waktu karena pada minggu lalu mendapat
pujian didepan kelas oleh gurunya ketika dapat menyelesaikan pr tepat waktu.
Diskriminasi
adalah respon organisme terhadap sesuatu penguatan, tetapi tidak terhadap jenis
penguatan yang lain. Contoh : seorang siswa mengerjakan PR dengan tepat waktu
karena mendapat pujian dari Pak Mustafa pada mata pelajaran IPA, tetapi tidak demikian
halnya ketika mendapat pujian oleh Ibu Syarah pada mat pelajaran IPS.
Penghapusan
adalah suatu respon terhapus secara bertahap apabila penguatan atau ganjaran
tidak diberikan lagi. Contoh : seorang siswa yang mampu mengerjakan PR dengan
tepat waktu tadi bisa secara bertahap menjadi tidak tepat waktu karena gurunya
tidak pernah lagi memberikan puian sama sekali.
c) Jadwal
Pemberian Penguatan
a. Penguatan berkelanjutan
(Continuos
Reinforcement)
Penguatan
diberikan secara terus menerus setiap pemunculan respon atau perilaku yang
diharapkan. Contoh, setiap anak mau mengerjakan PR (meskipun banyak yang
salah), orang tua selalu menghilangkan kritikan (menghilangkan stimulus tidak
menyenangkan/memberikan penguat negatif). Setiap anak mau membantu memakai
sepatu sendiri ketika akan berangkat sekolah, orang tua selalu memuji
(memberikan stimulus yang menyenangkan/penguat positif).
b) Penguatan waktu ( Partial
Reinfocement)
Penguatan
diberikan dengan menggunakan jadwal tertentu.
- Jadwal
Rasio Tetap (Fixed interval Schedule – FI),
yaitu
pemberian penguatan berdasarkan frekuensi atau jumlah respon/tingkah laku
tertentu secara tetap. Contoh: Guru TK berkata, “Jika kalian sudah selesei
mengerjakan 10 saol, kalian mendapat hadiah permen.” Tanpa peduli jumlah waktu
yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal tersebut. Siswa mampu menyelesaikan 10
soal (jumlah perilaku yang diharapkan) dan mendapat hadiah permen (merupakan
satu penguatan). Dalam pembelajaran, pelaksanaan penguatan ini dapat
ditingkatkan jumlah perilakunya secara bertahap, misalnya meningkat mulai 5
soal dapat dikerjakan mendapat satu penguatan (FR-5), meningkat menjadi 10 soal
mampu dikerjakan satu penguatan (FR-10), dan seterusnya. Akhirnya, pesrta didik
diharapkan mampu mengerjakan banyak soal dengan satu penguatan atau bahkan
tanpa adanya penguatan.
- Jadwal
Internal Tetap (Fixed Interval Schedule-FI),
Pemberian penguatan
berdasarkan jumlah waktu tertentu secara tetap. Dalam, FI jumlah waktunya yang
tetap. Contoh ini sangat cocok digunakan seorang ibu untuk melatih anak
kecilnya agar mengurangi kebiasaan makan atau minum susu berlebihan. Ibu
berkata pada susternya, “Si Badu hanya diberikan susu setiap 1 jam sekali”.
Jadi, meskipun Si Bedu menangis, karena belum 1 jam, suster tidak boleh
memberikan susu. Minum susu setiap 1 jam (perilaku yang diharapkan) dan
pemberian susu oleh suster (penguatan yang diberikan). Jumlah waktu bisa
ditingkatkan nenjadi setiap 2 jam (FI-2), 3 jam (FI-3) sampai akhirnya menjadi
4 sekali (FI-4).
- Jadwal
Rasio Variabel ( Variable Ratio Schedule – VR),
Pemberian penguatan
berdasarkan perilaku, tetapi jumlah perilakunya tidak tetap. Jadi, penguatan
tetap diberikan untuk perilaku yang diharapkan, tetapi jumlah perilakunya tidak
tetap. Contoh paling tepat adalah permainan anak-anak dengan cara memasukkan
koin ke mesin untuk mendapatkan hidak tahu pada perilakuadiah. Anak tersebut
tidak tahu pada perilaku memasukkan koin yang ke berapa kali, baru memperoleh
hadiah.Contoh dalam pembelajaran adalah guru akan memberi nilai tambahan setiap
peserta didik (dari 40 peserta didik di kelas) yang menjawab benar. Peserta
didik akan mencoba untuk menjawab belum tentu benar berkalli-kali- VR ) dan
tambahan nilai (penguat VR).
- Jadwal
Interval Variabel (Variabel Interval Schedule – VI)
Pemberian penguatan pada suatu perilaku,
tetapi jumlah waktunya tidak tetap yaitu tidak dapat ditentukan kapan waktunya
tidak tetap. Jika dalam VR, jumlah perilakunya tetap. Dalam VI, jumlah waktunya
tidak tetap. Contoh, guru secara acak melakukan pemeriksaan secara keliling di
kelas terhadap pekerjaan peserta didik yang menjawab benar dan guru memneri
pujian setiap menemukan jawaban benar peserta didik. Peserta didik tidak tahu
kapan guru menghampiri dan melihat pekerjaannya serta memujinya jika jawabannya
benar. Karena peserta didik tidak tahu kapan gurunyamenghampiri, peserta didik
tersebut selalu berusaha mengerjakan dengan benar setiap saat. Peserta didik
mengerjakan benarsetiap saat (perilaku-VI) dan guru yang sempat menghampiri dan
memberi pujian pada waktu yang tidak tetap (penguatan-VI).
d) Penguatan Positif
Dalam peunguatan positif ini dilakukan dengan
memberikan ganjaran sesegera mungkinsetelah suatu tingkah laku yang diinginkan
muncul. Mislanya : seorang siswa yang dapat menjawab pertanyaan guru secara
lisan maka pada saat itujuga guru segera memberikan pujian.
e) Keefektifan
Hukuman
Hukuman hendaknya
diberikan untuk perilaku yang sesuai. Terkadang hukuman diberikan terlalu
berat, terlalu ringan, bahkan bentuk hukuman yang tidak ada kaitan
dengan pperilaku yang ingin dihilangkan. Contoh: peserta didik yang tidak
mengerjakan PR harus keliling lapangan 10 X (hukuman tidak sesuai), mungkin
hukuman yang cocok, peserta didik diberikan PR yang lebih banyak daripada temannya,
dan lain-lain.
f) Penghapusan
Penghapusan dilakukan dengancara tidak memberikan
penguatan sama sekali atau tidak menghiraukan respon yang muncul pada
seseorang. Misalnya : siswa yang melawak atau berbicara lucu dengan maksud
memancing teman-temannya, bergurau atau agar Susana kelas menjadi gaduh, tidak
diberi sapaan sama sekali oelh guru atau bahkan tidak dihiraukan sama sekali
oelh guru. Dengan cara demikian siswa yang bersangkutan akan merasa bahwa apa
yang dilakukannnya tidak berkenan dihati gurunya sehingga tidak akan
dilakukannya lagi.
g) percontohan
(modeling)
Percontohan adalah perilaku atau respon individu yang
dilakukan dengan mencontoh tingkah laku oranglain. Misalnya : seorang siswa
berusaha berbicara degan suara keras, tidak tergesa-gesa, sistematis, dan mudah
dipahami, karena ia meniru guru IPA yang selama ini kalo mengajar selalu
menunjukkanperilaku seperti itu.
h) Token Ekonomi
Token ekonomi
adalah emmberikan ganjaran berupa sesuatu yang memiliki nilai ekonomi ketika
seseorang telah mampu menunjukkan respon atau tingkah laku yang positif sesuai
dengan yang diharapkan. Misalnya : guru memberikan hadiah sebuah buku novel
yang bagus ketika seorang siswa mampu menulis cerpen singkat untukmajalah
dinding disekolahnya.
2.3Aplikasi dalam Pembelajaran Behaviorisme
Aliran
psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan
teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus
responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon
atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi
teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal
seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik peserta
didik, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang
dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan
adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur
dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar
adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar
atau peserta didik. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur
pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan
dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini
ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Peserta didik
diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang
diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus
dipahami oleh murid.
Demikian
halnya dalam pembelajaran, peserta didik dianggap sebagai objek pasif yang
selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para
pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para
peserta didik. Begitu juga dalam proses evaluasi belajar peserta didik diukur
hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat
tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi
dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan
ruang gerak yang bebas bagi peserta didik untuk berkreasi, bereksperimentasi
dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut
bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga
terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu
untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena
teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan
teratur, maka peserta didik atau orang yang belajar harus dihadapkan pada
aturan-aturan yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan
dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih
banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam
penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan
keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang
pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai
penentu keberhasilan belajar. Peserta didik adalah objek yang berperilaku
sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang
berada di luar diri peserta didik.
2.4 Implikasi
Teori Belajar Behaviorisme
Kurikulum
berbasis filsafat behaviorisme tidak sepenuhnya dapat diimplementasikan dalam
sistem pendidikan nasional, terlebih lagi pada jenjang pendidikan usia dewasa.
Tetapi behaviorisme dapat diterapkan untuk metode pembelajaran bagi anak yang
belum dewasa. Karena hasil eksperimentasi bihavioristik cenderung
mengesampingkan aspek-aspek potensial dan kemampuan manusia yang dilahirkan.
Bahkan bihaviorisme cenderung menerapkan sistem pendidikan yang berpusat pada
manusia baik sebagai subjek maupun objek pendidikan yang netral etik dan
melupakan dimensi-dimensi spiritualitas sebagai fitrah manusia. Oleh karena itu
behaviorisme cenderung antropomorfis skularistik.
2.5 Tujuan
Pembelajaran Behaviorisme
Tujuan
pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas “mimetic”, yang menuntut peserta
didik untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam
bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan
pada ketrampian yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari
bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat,
sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib
dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku
wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi
menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang
benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan
guru, hal ini menunjukkan bahwa peserta didik telah menyelesaikan tugas
belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari
kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan
pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara
individual.
2.6 Tokoh-Tokoh yang Mendukung
Teori Behaviorisme
Tokoh-tokoh
aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike,Watson, Clark Hull, Edwin
Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran
behavioristik.
1. Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut
Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,
perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan
respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat
pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah
laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati,
atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme
sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara
mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula
dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada
tiga hukum belajar yang utama, yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3)
hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana
hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.
2.
Teori Belajar Menurut
Watson (1878-1958)
Watson
mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan
dapat diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental
dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor
tersebut sebagai hal yang tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat
diamati. Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang
belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperi Fisika atau Biologi yang
sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat
diamati dan diukur.
3.
Teori Belajar Menurut
Clark Hull (1884-1952)
Clark
Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi
Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah
laku bermanfaat terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh
sebab itu Hull mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan
biologis (drive reduction) adalah penting dan menempati posisi sentral dalam
seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus (stimulus dorongan) dalam
belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon
yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam. Penguatan tingkah laku
juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi biologis
(Bell, Gredler, 1991).
4.
Albert Bandura (1925 – ..)
Bandura lahir di Canada, memperoleh gelar Ph. D dari
University of Iowa dan kemudian mengajar di Stanford University. Sebagai
seorang behaviorist, Bandura menekankan teorinya pada proses belajar tentang
respon lingkungan. Oleh karenya teorinya disebut teori belajar sosial, atau
modeling. Prinsipnya adalah perilaku merupakan hasil interaksi resiprokal
antara pengaruh tingkah laku, koginitif dan lingkungan. Singkatnya, Bandura
menekankan pada proses modeling sebagai sebuah proses belajar.
Teori
utama :
- Observational
learning atau modeling adalah faktor penting dalam proses belajar manusia.
- Dalam
proses modeling, konsep reinforcement yang dikenal adlaah vicarious
reinforcement, reinforcement yang terjadi pada orang lain dapat memperkuat
perilaku individu. Self-reinforcement, individu dapat memperoleh
reinforcement dari dalam dirinya sendiri, tanpa selalu harus ada orang
dari luar yang memberinya reinforcement.
- Menekankan
pada self-regulatory learning process, seperti self-judgement,
self-control, dan lain sebagainya.
- Memperkenalkan
konsep penundaan self-reinforcement demi kepuasan yang lebih tinggi di
masa depan
Sumbangan
Bandura:
Bandura
membuka perspektif baru dalam aliran behavioristik dengan menekankan pada aspek
observasi dan proses internal individu. Bagi mereka yang beraliran kognitif,
pandangan Bandura ini dirasakan lebih lengkap dibandingkan pandangan ahli
behavioristik lainnya. Teorinya ini juga didukung oleh percobaan eksperimental
yang dapat dipertanggungjawabkan
Kritik
terhadap Bandura
Kritik terutama datang dari kelompok
aliran behavioristik keras, yang memandang Bandura lebih tepat untuk dimasukan
dalam kelompok aliran kognitif dan tidak diakui sebagai bagian dari
behavioristik. Penyebab utamanya karena pandangan Bandura yang kental aspek
mentalnya.
2.7 Peranan Guru
dan Siswa dalam Teori Behaviorisme
Pendapat
aliran behavioristik pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang
diinginkan dengan menyediakan lingkungan (stimulus). Agar terjadi hubungan
stimulus dan respon (tingkah laku yang diinginkan) perlu latihan, dan
setiap latihan yang berhasil harus diberi hadiah dan atau rei
nforcement(penguatan).
Model
Pembelajaran Cooperative Learning STAD
Falsafah
yang mendasari model pembelajaran Cooperative Learning Group adalah
falsafahhomo homini socius yang menekankan bahwa manusia
sebagai mahluk sosial yang saling bekerja sama dan saling membutuhkan
antara satu dengan yang lain. Begitu juga dengan mata diklat Perhitungan
Statika Bangunan yang menerapkan Cooperative Learning STADdalam model
mengajarnya sebagian besar termasuk dalam aliran belajar humanistik dengan
beberapa tambahan ciri dari aliran belajar yang lain, misalnya guru tetap
mengarahkan dan membimbing siswa dalam belajar.
Model Cooperative
Learning STAD menitikberatkan pada kerjasama dalam satu kelompok
untuk memecahkan masalah secara bersama-sama. Ini tidak berbeda dengan
belajar humanistik yaitu memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih
bahan pelajarannya dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya.
Tentu saja kebebasan ini tidak keluar dari kerangka belajar.
Struktur
tujuan kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka hanya
jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan
tersebut. Tiap-tiap individu ikut andil menyumbang pencapaian itu. Siswa
yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika siswa lainnya
juga mencapai tujuan tersebut. Pola pencapai tujuan dalam pembelajaran
kooperatif ini dapat digambarkan seperti dua orang yang memikul balok.
Balok akan dapat dipikul bersama-sama jika dan hanya jika kedua orang
tersebut berhasil memikulnya. Demikian pula halnya dengan tujuan yang akan
dicapai oleh suatu kelompok siswa tertentu.
Tujuan kelompok
akan tercapai apabila semua anggota kelompok mencapai tujuannyasecara
bersama-sama. Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yaitu sebagai
berikut: (1) Siswa dalam kelompoknya harus merasakan bahwa mereka “sehidup
semati”; (2) Siswabertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya,
seperti milik mereka sendiri; (3) Siswa harus melihat bahwa semua anggota
di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama; (4) Siswa harus membagi
tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya; (5) Siswa
akan dikenakan evaluasi atau diberikan penghargaan yang juga akan
dikenakan untuk semua anggota kelompok; (6) Siswa berbagi kepemimpinan dan
mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses
belajarnya; (7) Siswa akan diminta mempertangungjawabkan secara individu
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Sementara itu,
pembelajaran yang menggunakan model kooperatif pada umumnya memiliki
ciri-ciri sebagai berikut: (1) Siswa bekerja dalam kelompok secara
kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya; (2) Kelompok dibentuk
dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah; (3)
Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin berbeda-beda; (4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok
ketimbang individu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin,
2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Menurut teori behviorisme dalam belajar yang penting
adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus
adalah apa saja yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa
reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk
diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat
diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh
guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat
diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut.
Faktor
lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka
respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan
(negative reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Beberapa
prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and
Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of
Reinforcement; (4) Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant
Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh
aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin
Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran
behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar